Senin, 26 Februari 2018

Fenomena Media Sosial dan Kedewasaan Masyarakat Indonesia



o-YVyObcIV8ilrS70CZn18TwCkGnZwSS.jpg
Akhir-akhir ini, media sosial menjema menjadi media yang paling efektif untuk menyebarkan informasi. Mulai dari berita nasional dengan isu strategis, berita kedaerahan, berita kesukuan, kejadian-kejadian besar hingga kecil, gosip-gosip ala ibu-ibu rumah tangga, hingga penyebaran isu dengan maksud tertentu menjamur di lini masa media sosial.
Para penyebar berita tersebut pun difasilitasi dengan berbagai macam kemudahan serta beragam cara yang disediakan oleh penyedia layanan sehingga mereka bisa berekspresi menyebarkan informasinya. Media populer yang mudah dijangkau di media sosial saat ini, misalnya LINE Today, Instagram, Twitter, da Facebook yang menjadi wilayah yang sangat “enak” untuk dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran berbagi informasi.
Berbeda dengan dunia jurnalistik di media massa yang memiliki tata aturan yang baku (kode etik jurnalistik dll.), berita-berita di media sosial bergerak lebih fleksibel dalam penulisannya. Bahkan, beberapa penyebar berita menggunakan bahasa “gaul/slank” dalam menuliskan beritanya untuk masyarakat luas.
Penulisan informasi tergantung dengan gaya penulisan si pencari berita, yang penting informasi dapat disebarkan dengan mudah dan bertanggung jawab tentunya. Media sosial menjadi tempat baru yang mudah dijangkau, murah dalam harga, dan tentunya efektif dalam penyebaran jika dilihat dari tren masa kini dalam penggunaan media sosial di kehidupan sehari-hari.
Namun, yang perlu diwaspadai dari penggunaan media sosial sebagai penyebar berita dengan segala kemudahannya adalah bagaimana masyarakat bisa menempatkan informasi yang tersebar di media sosial tersebut secara bijak dan dewasa di tengah-tengah masyarakat kita yang masih labil ini. Tak dapat dipungkiri juga bahwa penyebaran informasi lewat media sosial memiliki kekurangan-kekurangannya tersendiri.
Beberapa contohnya adalah bentuk berita yang sering terlihat sepotong-sepotong daripada media massa lain. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan yang diberikan terhadap tulisan, foto, video, maupun konten lain yang dapat ditulis di media sosial. Contoh nyatanya adalah kasus yang sempat panas beberapa waktu lalu di Pilkada DKI.
Keterbatasan konten yang dapat dibuat dijadikan alasan oknum-oknum untuk menyebarkan informasi yang bisa saja bertentangan dengan kejadian yang ada. Tak sedikit juga berita yang hanya tertulis "sedikit-sedikit" sehingga membentuk framing tersendiri di tengah-tengah masyarakat. Hal ini cukup berbahaya bila masyarakat tidak bisa menyikapinya dengan bijak dan dewasa. Apalagi jika memang sengaja dilakukan dengan maksud-maksud tertentu. Media sosial bisa menjelma menjadi media pembodohan massal.
Selain itu, berita yang keluar di media sosial tak jarang berasal dari sumber yang tak jelas identitasnya (biasa disebut anonim). Penyebaran berita tanpa nama tersebut bisa menimbulkan konflik yang tak kunjung usai karena berita-berita provokatif yang menggiring opini tak bisa dipertanggungjawabkan oleh orang yang jelas.
Jika sudah begini, tinggal pihak berwenang yang memiliki kemampuan dan izin untuk meretas dan melacak akun-akun "klonengan" yang harus segera bertindak sebelum keadaan masyarakat semakin keruh karenanya. Kemudahan membuat akun serta konten-konten tanpa proses editing yang ketat membuat kejadian-kejadian seperti ini bisa terjadi.
Framing Media dan Cyber Army
Segala kemudahan yang disediakan oleh media sosial menjadi peluang tersendiri untuk melancarkan strategi-strategi khusus untuk kepentingan-kepentingannya sendiri, politik misalnya. Dalam dunia maya pun terdapat semacam tren berita yang terbentuk sesuai dengan isu yang berkembang di masyarakat.
Hal tersebut akan menjadi "kerja" sendiri terhadap tim-tim khusus yang bergerak untuk membentuk "bingkai media" demi kepentingannya masing-masing. Kadang, untuk mencapai tren di dunia maya dibutuhkan strategi-strategi khusus, misalnya dibutuhkan like dan comment yang berlimpah untuk menempatkan berita selalu berada di lini masa tertentu, membayar penyedia jasa media sosial untuk menjadikan broadcast tersebar luas di dunia maya, menjadikannya iklan bebas dengan memasukan informasi tertentu di dalamnya, dan lain sebagainya. Media sosial menjadi fenomena baru dalam membentuk framing dalam pengisuan di masyarakat umum.
Untuk mendukung hal di atas, dibentuklah tim tersendiri dengan strategi-strateginya, demi meraih tujuan yang diinginkan. Sebutan khusus untuk tim ini adalah Cyber Army. Tim dengan beberapa orang juga beberapa akun (bahkan bisa ratusan) dengan sistemnya sendiri yang dibentuk untuk membuat framing khusus di masyarakat.
Kadang, untuk mencapai tujuannya, disewalah seorang ahli yang bisa merekayasa sistem agar tim dapat bekerja secara efektif. Tim ini yang menjadi otak dalam rekayasa sosial di dunia maya. Dengan konsep-konsep matang, tenaga-tenaga ahli, fasilitas dan jaringan yang baik, serta bayaran yang cukup, pembentukan opini masyarakat melalui media sosial bukanlah hal yang sulit.
Masyarakat yang Dewasa
Dengan begitu mudahnya berita-berita tersebut tersebar, masyarakat dituntut untuk dapat dengan bijak menanggapi isu-isu yang berkembang melalui media sosial. Berlimpahnya masyarakat pengguna media sosial saat ini, akses mudah serta biaya yang murah menjadikan masyarakat makin dipaksa untuk menjadi dewasa.
Berbagai usia, golongan, dan tingkat pendidikan tak dipedulikan dalam penggunaan media sosial. Selama memiliki alat yang cukup serta koneksi yang memadai, media sosial menjadi dunia yang sangat riskan jika tidak disertai dengan kedewasaan dan kebijaksanaan.
Tak hanya penyedia berita yang harus bisa mempertanggungjawabkan konten-kontennya (apalagi dengan adanya anonim), masyarakat juga harus teredukasi sebelum mencebur dalam dunia penuh informasi tersebut. Masyarakat dituntut untuk bisa membedakan mana berita yang benar seusai dengan kejadian aktual, mana berita bohong yang tidak pernah terjadi (hoaks).
Masyarakat harus tahu mana berita yang lengkap dengan data-datanya, juga mana berita sepotong-sepotong yang dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu. Kedewasaan masyarakat dalam memilah berita-berita yang beredar akan menjadikan media sosial menjadi sarana baik untuk berinteraksi dengan orang yang dikenal serta sarana berbagi informasi yang cukup efektif.
Pemerintah harus bisa memainkan perannya di sini, mulai dari penerapan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi berita-berita bodong yang beredar, menyangkal kepentingan-kepentingan khusus yang merugikan masyarakat, hingga memiliki sarana edukasi sendiri untuk masyarakat demi menciptakan masyarakat yang dewasa dalam penggunaan media sosial. Selain itu, pemerintah juga harus bisa tanggap dan lincah dalam perubahan zaman.
Pemerintah tak bisa lagi kaku dan tertutup terhadap perkembangan zaman. Dengan begitu, masyarakat akan bisa mengikuti perkembangan yang ada. Selain itu, pemerintah juga dapat melaksanakan tugas negara dengan baik dan bijaksana.
Media sosial, masyarakat, juga pemerintah memiliki hubungan yang erat untuk menciptakan suasana yang kondusif di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan mengelola isu-isu positif yang menyehatkan dan menyangkal potensi-potensi yang merusak kedamaian, kehidupan bernegara akan menjadi nyaman dan indah.
31 Juli 2017
Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fenomena Media Sosial dan Kedewasaan Masyarakat Indonesia

Akhir-akhir ini, media sosial menjema menjadi media yang paling efektif untuk menyebarkan informasi. Mulai dari berita nasional den...